Masalah Teuku Wisnu tentang kirim Alfatihah hanya khilfiyah perbedaan antar ulama
Baca Juga :
KARENA NILA SETITIK, RUSAK SUSU SEBELANGA – TIDAK SELAMANYA BERLAKU
belum lama ini, ramai berita dimedia masa untuk saudara kita abu adam teuku wisnu yang katanya khilaf mengucapkan statement di salah satu acara stasiun tv. hingga segolongan lain mencap golongan lain dengan tuduhan yang sangat buruk.
sahabat, mungkin kita pernah membaca atau mendengar pepatah Karena nila setitik, rusak susu sebelanga, yang artinya: hanya karena kesalahan kecil yang nampak tiada artinya seluruh kebaikan.
Namun, pepatah ini tidak selamanya berlaku. Jika kita menerapkan pepatah ini pada semua hal, justru akan merugikan kita. Kita perlu berpikir cerdas, tidak menyamaratakan semua masalah, atau mengambil mudahnya saja. Anda akan melewatkan banyak peluang untuk mendapatkan kebaikan jika menerapkan pepatah ini pada semua hal. Bagaimana bisa? Dan bagaimana memilahnya kapan berlaku atau kapan tidak?
Memang benar, jika susu sebelanga kejatuhan setitik nila, maka jangan diminum. Sebab semua susu bisa terkontaminasi karena bersifat cair. Zat dalam cairan akan mudah menyebar dan sulit dipisahkan. Tetapi tidak semua zat itu cair. Ada zat padat. Pada zat padat, hal ini tidak berlaku.
Jika Anda dikasih setumpuk batu yang diantaranya ada emas sebanyak 20%, apakah Anda akan menolak? Tidak bukan? Meski ada batu sebanyak 80%, Anda bisa mendapatkan manfaat besar dari emas yang hanya 20%. Bahkan jika hanya 10% atau 5%, tetap saja tumpukan itu berharga.
OK, sekarang kita lihat, kapan pepatah itu berlaku, dan kapan tidak dalam kehidupan sehari-hari.
Pertama: Mencampuradukkan Yang Hak dengan Yang Batil
“Dan janganlah mencampuradukkan yang hak dengan yang batil dan janganlah sembunyikan yang hak itu, sedangkan kamu mengetahui” (QS. al-Baqarah:42)
Untuk hal kebatilan dan kebenaran, jelas ini berlaku. Jangan menambahkan sesuatu yang batil dalam kebenaran yang kita lakukan. Misalnya mencampur adukan ibadah dengan bid’ah atau malah perbuatan musyrik. Mencampur adukan dakwah tetapi dengan cara ghibah, fitnah, dan mengolok-olok orang/kelompok orang lain.
Tentu saja perlu kajian fiqh yang mendalam untuk membahas masalah ini oleh para mufti atau ahlinya. Jangan bertanya kepada saya, saya bukan ahli fqh .
Kedua: Jika Racun Itu Bisa Dihilangkan, Maka Buang Racunnya SAJA
Anda tahu kopi luwak? Harganya mahal, saya sendiri belum mencobanya padahal saya penikmat kopi (kalau ada yang mau ngirim, boleh). Alhamdulillah saya sudah mencobanya, nikmat luar biasa. Kopi luwak diambil dari (maaf) kotoran binatang luwak. Meski kopi tersebut ada kotorannya, tetapi karena bisa dibuang, ya buang saja kotorannya. Bukan dengan kopinya, sayang, harganya mahal.
Kadang, banyak orang menilai orang lain atau kelompok lain dengan cara generalisasi. Saat sekali melakukan kesalahan atau segelintir orang melakukan kesalahan, langsung dianggap semuanya salah. Padahal yang dinilainya adalah kelompok manusia, bukan kelompok Malaikat yang bebas kesalahan. Jelas, orang yang suka melakukan hal seperti ini adalah orang yang berpikiran picik, seolah dirinya tidak pernah salah.
Ketiga: Saat Anda Melakukan Kesalahan, bukan Berarti Anda Orang yang Salah
Maksudnya begini:
Misalnya Anda melakukan kesalahan saat melakukan presentasi. Ya, benar, cara penyampaian presentasi Anda mungkin salah. Tetapi TIDAK berarti Anda akan melakukan kesalahan lagi atau melakukan kesalahan pada hal yang lain atau Anda menjadi orang yang selalu melakukan kesalahan.
Kesalahan yang Anda lakukan hanya terjadi pada pekerjaan itu dan satu waktu itu saja. BUKAN selamanya atau selalu salah. Artinya, jika Anda melakukan kesalahan, biasa-biasa saja. Tidak usah mencap diri menjadi orang yang tidak becus. Jika Anda memperbaiki kesalahan, mungkin tidak akan diulangi lagi. Meski pun tetap, Anda mungkin melakukan kesalahan lagi. Santai saja.
Bahkan, Rasulullah sallallahu alaihi wasallam pun pernah melakukan kesalahan. Itu biasa, jangan dijeneralisir. Teruskan berkarya, sebab salah itu manusiawi. Yang penting, Anda terus belajar dari kesalahan-kesalahan Anda.
tentu saja, masih banyak contoh-contoh lainnya tentang peribahasa Karena nila setitik, rusak susu sebelanga ini. Tidak mungkin semuanya dibahas disini. Intinya, pikirkanlah sebelum mengambil keputusan, karena pepatah Karena nila setitik, rusak susu sebelanga tidak berlaku pada semua hal.
Keempat: Peribahasa Adalah Bukan Kebenaran Mutlak
Bisa jadi, peribahasa itu mengandung kebenaran dan kebijakan yang dibuat berdasarkan pengalaman dan kebijakan seseorang. Tapi, jika bukan dari Al Quran dan Hadits shahih, maka peribahasa itu bukanlah kebenaran yang dijamin kebenarannya. Untuk itu, jangan sampai menjadikan peribahasa sebagai landasan hidup kita.
Kita akan rugi sendiri, saat diri melakukan sebuah kesalahan, kemudian kita menghakimi diri kita sebagai orang yang tidak becus, padahal hanya satu kesalahan. Satu kesalahan Anda tidak mewakili diri Anda sebenarnya. Mengapa ratusan dan kebenaran Anda tidak diperhitungkan? Tidak adil.
Begitu juga, tidak adil kita berprasangka atau menuduh sebuah kelompok karena satu orang atau sebagian orang berbuat salah. Jangan menjadikan peribahasa ini untuk menghakimi kelompok tertentu dengan caci maki dan prasangka buruk. Serius, kita sendiri yang rugi sebab melakukan dosa.
Penutup:
Orang yang malas berpikir akan cepat mengambil kesimpulan, tanpa logika yang matang dan wawasan yang memadai. Orang yang memiliki logika matang pasti akan berpikir bahwa tidak semua hal seperti benda cair, sering kali kerusakan dan racun bisa dibuang dengan mudah tanpa harus membuang semuanya.
bekasi, dzulqo'dah 1436H
Achmad Irviansyah & Aishya Fitry
____________________
artikel asli dari :
http://
(dengan sedikit perubahan)
Klik disini untuk sedekah dakwah, untuk membantu dakwah kami
Share Artikel Ini