Kebahagiaan yang hakiki
Baca Juga :
KEBAHAGIAAN YANG HAKIKI
.
Kebahagiaan ... Satu kata yang otomatis menyetir orang untuk rela berkeringat dan berlelah banting tulang dalam hidupnya. Satu kata yang bisa mendorong orang pergi di pagi buta lalu kembali pulang ketika petang menjelang, atau bahkan tidak jarang sampai larut malam. Semua hanya demi meraih “Kebahagiaan” itu.
.
Betapa banyak orang ingin mencapai bahagia, tapi tidak juga mendapatkannya. Fakta berbicara, banyak orang yang tidak mendapatkan kebahagiaan dengan banyaknya harta. Betapa banyak pula orang yang tidak mendapatkan kebahagiaan dengan istri, ataupun suaminya, dengan anak cucu, bahkan dengan orangtuanya.
.
Jadi apa yang salah?
.
Penyebabnya adalah orang-orang tersebut tidak mencari kebahagiaan di atas jalan yang Allah subhanahu wa ta’ala gariskan. Sejatinya kebahagiaan itu milik Allah, oleh karena itu hanya Allah semata yang dapat memberi kita kebahagiaan.
.
Kebahagiaan bukan diukur dengan kekayaan. Sebab jika kebahagiaan diukur dengan kekayaan harta benda, tentunya Qarun lebih bahagia dari pada Nabi Musa ‘alaihissalam.
(Qarun adalah seseorang yang hidup di zaman Nabi Musa ‘alaihissalam yg diberikan harta berlimpah oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Namun Qarun tidak bersyukur dan tidak mau taat kepada Allah subhanahu wa ta’ala sehingga ditenggelamkan ke dalam bumi bersama harta-hartanya)
.
Kebahagiaan tidak juga diukur dengan status sosial dan jabatan. Sebab jika kebahagiaan diukur dengan status sosial dan jabatan, tentu Namrud jauh lebih bahagia ketimbang Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, kekasih Ar-Rahman.
(Namrud adalah raja yang mengaku Tuhan di masa Nabi Ibrahim ‘alaihissalam)
.
Karena kebahagiaan yang sebenarnya adalah milik Allah dan kebahagiaan yang hakiki itu hanya Allah berikan kepada orang-orang yang kembali kepada-Nya.
.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Dan barang siapa yang beramal saleh baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik (bahagia).”
(QS. An-Nahl: 97)
Namun sebaliknya, siapa yang tidak mengikuti jalan yang Allah gariskan dalam mencari kebahagiaan itu, maka ia tidak akan pernah bahagia. Allah ta’ala menegaskan dalam firman-Nya:
“Dan barang siapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh dia akan mendapat kehidupan yang sempit (tidak bahagia; sengsara) dan Kami akan mengumpulkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Thaha: 124)
.
Mari kita amalkan agama kita ini untuk kepentingan dan juga kebaikan kita agar kita memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat kelak.
.
Ust Muhammad Nuzul Dzikri, Lc
Edit bahasa Ust Fahrudin Majid, Lc
Alhikmahjkt
Klik disini untuk sedekah dakwah, untuk membantu dakwah kami
Share Artikel Ini