Dosa besar : menahan kelebihan air
Baca Juga :
MENAHAN KELEBIHAN AIR
Air dalam kondisinya bisa terbagi menjadi tiga:
1) Air yang jadi milik umum
Contohnya adalah air laut dan air sungai. Air semacam ini tidaklah dimiliki pihak tertentu.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Pada dasarnya, Allah menciptakan air itu untuk dimanfaatkan bersama antara manusia dan hewan. Allah menjadikan air sebagai minuman untuk semua makhluk-Nya. Oleh karenanya, tidak ada orang yang lebih berhak atas air daripada orang lain, meski sumber air tersebut ada di dekatnya.” (Zaadul Ma’ad, 5: 708).
2) Air yang tertampung di sumur setelah digali atau air hujan yang ditampung di suatu tempat milik seseorang. Orang yang menampung itulah yang lebih berhak daripada orang lain. Namun ia tidak boleh menjual air tersebut sebelum ditampung. Air jenis ini boleh dimanfaatkan lebih dahulu, lalu diizinkan yang lain memanfaatkannya.
Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidak boleh menghalangi orang yang mau memanfaatkan air yang menjadi sisa kebutuhan pemilik sumur, dengan tujuan agar tidak ada orang yang menggembalakan ternaknya di padang rumput yang tidak memiliki sumur.” (HR. Bukhari no. 2353 dan Muslim no. 1566).
An-Nawawiy rahimahullah berkata:
“Seseorang yang memiliki sumur di padang terbuka yang padanya ada kelebihan air dari kebutuhannya. Di situ terdapat rerumputan yang tidak memiliki air kecuali air sumur ini, sehingga para pemilik hewan ternak tidak mungkin menggembalakannya (di padang rumput tersebut) kecuali jika mereka mendapatkan sumber air minum (untuk hewan ternak mereka) dari sumur itu. Maka dalam hal ini, diharamkan bagi pemilik sumur untuk menahan kelebihan air dari kebutuhannya untuk hewan-hewan ternak tadi. Wajib baginya untuk memberikan air tersebut tanpa imbalan/ganti rugi apapun"
3) Air yang telah dikumpulkan di wadah atau kemasan. Air seperti ini sudah jadi milik perseorangan.
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Orang yang memasukkan air ke dalam wadah (kemasan) miliknya itu tidak termasuk yang terlarang dalam hadits. Air yang sudah kita masukkan ke dalam wadah milik kita itu semisal dengan barang-barang yang aslinya adalah milik umum namun sudah kita pindah ke dalam kekuasaan kita lalu ingin kita jual, semisal kayu bakar yang diambil dari hutan, seikat rumput yang kita kumpulkan, dan garam yang kita ambil dari laut.” (Zaadul Ma’ad, 5: 708).
🌐 rumaysho.com, abul-jauzaa.blogspot.co.id
Air dalam kondisinya bisa terbagi menjadi tiga:
1) Air yang jadi milik umum
Contohnya adalah air laut dan air sungai. Air semacam ini tidaklah dimiliki pihak tertentu.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Pada dasarnya, Allah menciptakan air itu untuk dimanfaatkan bersama antara manusia dan hewan. Allah menjadikan air sebagai minuman untuk semua makhluk-Nya. Oleh karenanya, tidak ada orang yang lebih berhak atas air daripada orang lain, meski sumber air tersebut ada di dekatnya.” (Zaadul Ma’ad, 5: 708).
2) Air yang tertampung di sumur setelah digali atau air hujan yang ditampung di suatu tempat milik seseorang. Orang yang menampung itulah yang lebih berhak daripada orang lain. Namun ia tidak boleh menjual air tersebut sebelum ditampung. Air jenis ini boleh dimanfaatkan lebih dahulu, lalu diizinkan yang lain memanfaatkannya.
Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidak boleh menghalangi orang yang mau memanfaatkan air yang menjadi sisa kebutuhan pemilik sumur, dengan tujuan agar tidak ada orang yang menggembalakan ternaknya di padang rumput yang tidak memiliki sumur.” (HR. Bukhari no. 2353 dan Muslim no. 1566).
An-Nawawiy rahimahullah berkata:
“Seseorang yang memiliki sumur di padang terbuka yang padanya ada kelebihan air dari kebutuhannya. Di situ terdapat rerumputan yang tidak memiliki air kecuali air sumur ini, sehingga para pemilik hewan ternak tidak mungkin menggembalakannya (di padang rumput tersebut) kecuali jika mereka mendapatkan sumber air minum (untuk hewan ternak mereka) dari sumur itu. Maka dalam hal ini, diharamkan bagi pemilik sumur untuk menahan kelebihan air dari kebutuhannya untuk hewan-hewan ternak tadi. Wajib baginya untuk memberikan air tersebut tanpa imbalan/ganti rugi apapun"
3) Air yang telah dikumpulkan di wadah atau kemasan. Air seperti ini sudah jadi milik perseorangan.
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Orang yang memasukkan air ke dalam wadah (kemasan) miliknya itu tidak termasuk yang terlarang dalam hadits. Air yang sudah kita masukkan ke dalam wadah milik kita itu semisal dengan barang-barang yang aslinya adalah milik umum namun sudah kita pindah ke dalam kekuasaan kita lalu ingin kita jual, semisal kayu bakar yang diambil dari hutan, seikat rumput yang kita kumpulkan, dan garam yang kita ambil dari laut.” (Zaadul Ma’ad, 5: 708).
🌐 rumaysho.com, abul-jauzaa.blogspot.co.id
AlhikmahJKT
Klik disini untuk sedekah dakwah, untuk membantu dakwah kami
Share Artikel Ini