Dosa besar : Hukum meratapi mayat
Baca Juga :
LARANGAN MERATAPI MAYIT
Bersedih saat mendapat musibah kematian orang yang dicintai merupakan keadaan yang lumrah bagi setiap orang. Yang menjadi masalah adalah ketika kesedihan itu diungkapkan dengan cara yang tidak semestinya, yang menunjukkan ketidaksabaran dalam menerima musibah tersebut.
Sudah menjadi sunnatullah bahwasanya dunia adalah tempat ujian dan cobaan, sehingga datangnya merupakan suatu kepastian. Seorang hamba yang mengaku beriman kepada Allah Subhanahu wata’aala dan hari akhir mesti bersiap diri menghadapi ujian dan cobaan tersebut, karena seorang hamba tidak dibiarkan dengan pengakuan keimanan dari lisannya sampai datang pembuktian berupa ujian.
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka akan dibiarkan saja mengatakan: ‘Kami telah beriman’, sedang mereka belum diuji? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, agar Allah sungguh-sungguh mengetahui siapa orang-orang yang benar (dalam keimanannya) dan benar-benar mengetahui siapa orang-orang yang dusta.” (‘Al-Ankabut: 2-3)
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kalian dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (Al-Baqarah: 155)
Banyak kita saksikan di masyarakat kita, ketika musibah kematian menimpa suatu keluarga, anggota keluarga yang ditinggalkan khususnya kalangan wanitanya ataupun orang-orang yang dekat dengan si mayit meratapinya, dengan menangis meraung-raung, berteriak-teriak menyebutkan kebaikan orang yang meninggal tersebut, memukul-mukul pipi, merobek baju dan perbuatan jahiliyah semisalnya. Meratapi mayit dengan menangis meraung-raung inilah yang dikenal dengan istilah niyahah.
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah berkata: “Niyahah ini adalah ratapan yang dilakukan oleh laki-laki dan wanita, akan tetapi hal ini banyak dilakukan oleh wanita.” (Al-Qaulul Mufid ‘ala Kitabit Tauhid, 2/25).
Al-Imam Adz-Dzahabi rahimahullah menyatakan bahwa wanita yang berbuat niyahah mendapatkan azab yang demikian karena ia memerintahkan untuk berkeluh kesah dan melarang dari kesabaran. Sementara Allah Subhanahu wata’aala dan Rasul-Nya n telah memerintahkan untuk bersabar dan mengharap pahala serta melarang dari keluh kesah dan murka ketika datang musibah. (Al-Kaba`ir, hal. 203)
Abdullah bin Mas‘ud Radhiyallohu’anhu berkata: “Nabi Shollallahu’alaihi wasallam bersabda:
“Tidak termasuk golongan kami orang yang memukul-mukul pipi (karena meratap ketika ditimpa musibah –pen), merobek kantung dan menyeru dengan seruan jahiliyah” (HR. Al-Bukhari no. 1294 dan Muslim no. 103)
NIYAHAH TERMASUK AMALAN KEKUFURAN
Niyahah termasuk amalan kekufuran karena Rasulullah Shollallahu’alaihi wasallam menyatakan: “Ada dua perkara pada manusia yang menyebabkan mereka kufur yaitu mencela nasab dan niyahah terhadap orang yang meninggal” (HR. Muslim no. 67)
Yang dimaksud dengan kufur di sini adalah kufur ashgar yakni kufur yang tidak sampai mengeluarkan pelakunya dari agama Islam.
BOLEHNYA MENANGISI MAYIT
Ketika putri Rasulullah Sholallahu’alaihi wasallam Zainab radhiyallohu’anha meninggal, beliau menangis di dekat kuburannya. Ini menunjukkan bolehnya menangisi orang yang meninggal, tapi dengan ketentuan tidak dengan suara keras atau tidak disertai dengan perbuatan jahiliyah serta perkataan yang menunjukkan kemarahan dan kemurkaan terhadap apa yang Allah Subhanahu wata’aala taqdirkan.
YANG SEMESTINYA DILAKUKAN KETIKA TERJADI MUSIBAH
Ketika musibah kematian datang menimpa, seorang hamba wajib untuk bersabar dan mengharapkan pahala dari Allah Subhanahuwata’aala. Dia ucapkan kalimat istirja’; Inna lillahi wa inna ilaihi raji‘un. Dan berdoa kepada Allah Subhanahu wata’aala sebagaimana dituntunkan Rasulullah Sholallohu’alaihi wasallam:
“Ya Allah, berilah pahala kepadaku dalam musibahku ini dan gantikanlah untukku dengan yang lebih baik dari musibahku ini.”
Demikianlah… Semoga apa yang tertuang dalam tulisan ini menjadi perhatian bagi para wanita agar mereka meninggalkan niyahah dan perbuatan yang diharamkan lainnya ketika terjadi musibah. Dan sebaliknya, mereka melazimi kesabaran dan berharap pahala dari Rabbul ‘Izzah.
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
🌐 assunnah-qatar.com, muslim.or.id, abul-jauzaa.blogspot.co.id
Bersedih saat mendapat musibah kematian orang yang dicintai merupakan keadaan yang lumrah bagi setiap orang. Yang menjadi masalah adalah ketika kesedihan itu diungkapkan dengan cara yang tidak semestinya, yang menunjukkan ketidaksabaran dalam menerima musibah tersebut.
Sudah menjadi sunnatullah bahwasanya dunia adalah tempat ujian dan cobaan, sehingga datangnya merupakan suatu kepastian. Seorang hamba yang mengaku beriman kepada Allah Subhanahu wata’aala dan hari akhir mesti bersiap diri menghadapi ujian dan cobaan tersebut, karena seorang hamba tidak dibiarkan dengan pengakuan keimanan dari lisannya sampai datang pembuktian berupa ujian.
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka akan dibiarkan saja mengatakan: ‘Kami telah beriman’, sedang mereka belum diuji? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, agar Allah sungguh-sungguh mengetahui siapa orang-orang yang benar (dalam keimanannya) dan benar-benar mengetahui siapa orang-orang yang dusta.” (‘Al-Ankabut: 2-3)
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kalian dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (Al-Baqarah: 155)
Banyak kita saksikan di masyarakat kita, ketika musibah kematian menimpa suatu keluarga, anggota keluarga yang ditinggalkan khususnya kalangan wanitanya ataupun orang-orang yang dekat dengan si mayit meratapinya, dengan menangis meraung-raung, berteriak-teriak menyebutkan kebaikan orang yang meninggal tersebut, memukul-mukul pipi, merobek baju dan perbuatan jahiliyah semisalnya. Meratapi mayit dengan menangis meraung-raung inilah yang dikenal dengan istilah niyahah.
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah berkata: “Niyahah ini adalah ratapan yang dilakukan oleh laki-laki dan wanita, akan tetapi hal ini banyak dilakukan oleh wanita.” (Al-Qaulul Mufid ‘ala Kitabit Tauhid, 2/25).
Al-Imam Adz-Dzahabi rahimahullah menyatakan bahwa wanita yang berbuat niyahah mendapatkan azab yang demikian karena ia memerintahkan untuk berkeluh kesah dan melarang dari kesabaran. Sementara Allah Subhanahu wata’aala dan Rasul-Nya n telah memerintahkan untuk bersabar dan mengharap pahala serta melarang dari keluh kesah dan murka ketika datang musibah. (Al-Kaba`ir, hal. 203)
Abdullah bin Mas‘ud Radhiyallohu’anhu berkata: “Nabi Shollallahu’alaihi wasallam bersabda:
“Tidak termasuk golongan kami orang yang memukul-mukul pipi (karena meratap ketika ditimpa musibah –pen), merobek kantung dan menyeru dengan seruan jahiliyah” (HR. Al-Bukhari no. 1294 dan Muslim no. 103)
NIYAHAH TERMASUK AMALAN KEKUFURAN
Niyahah termasuk amalan kekufuran karena Rasulullah Shollallahu’alaihi wasallam menyatakan: “Ada dua perkara pada manusia yang menyebabkan mereka kufur yaitu mencela nasab dan niyahah terhadap orang yang meninggal” (HR. Muslim no. 67)
Yang dimaksud dengan kufur di sini adalah kufur ashgar yakni kufur yang tidak sampai mengeluarkan pelakunya dari agama Islam.
BOLEHNYA MENANGISI MAYIT
Ketika putri Rasulullah Sholallahu’alaihi wasallam Zainab radhiyallohu’anha meninggal, beliau menangis di dekat kuburannya. Ini menunjukkan bolehnya menangisi orang yang meninggal, tapi dengan ketentuan tidak dengan suara keras atau tidak disertai dengan perbuatan jahiliyah serta perkataan yang menunjukkan kemarahan dan kemurkaan terhadap apa yang Allah Subhanahu wata’aala taqdirkan.
YANG SEMESTINYA DILAKUKAN KETIKA TERJADI MUSIBAH
Ketika musibah kematian datang menimpa, seorang hamba wajib untuk bersabar dan mengharapkan pahala dari Allah Subhanahuwata’aala. Dia ucapkan kalimat istirja’; Inna lillahi wa inna ilaihi raji‘un. Dan berdoa kepada Allah Subhanahu wata’aala sebagaimana dituntunkan Rasulullah Sholallohu’alaihi wasallam:
“Ya Allah, berilah pahala kepadaku dalam musibahku ini dan gantikanlah untukku dengan yang lebih baik dari musibahku ini.”
Demikianlah… Semoga apa yang tertuang dalam tulisan ini menjadi perhatian bagi para wanita agar mereka meninggalkan niyahah dan perbuatan yang diharamkan lainnya ketika terjadi musibah. Dan sebaliknya, mereka melazimi kesabaran dan berharap pahala dari Rabbul ‘Izzah.
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
🌐 assunnah-qatar.com, muslim.or.id, abul-jauzaa.blogspot.co.id
Alhikmahjkt
Klik disini untuk sedekah dakwah, untuk membantu dakwah kami
Share Artikel Ini