Hukum jual beli barang belalui telepon dan Internet Online
Baca Juga :
Ust Dr. Erwandi Tarmizdi MA
19 Robi’ul Akhir 1439H
Bab Jual Beli Barang melalui Telepon dan Internet
Hukum jual beli Ghoror
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ
“Rasulullah ﷺ melarang jual beli al-hashah dan jual beli gharar”
Dahulu orang jual beli bertatapan muka sehingga bisa melakukan ijab dan qobul, sedang dg kemajuan Zaman kita sekarang bisa berbicara dan tatap muka gratis dari jarak jauh....
Transaksi yang disyaratkan tunai serah terima barang dan uang tdk dibenarkan untuk melakukan melalui telepon dan internet, srperti Emas, perak, garam, gandum biasa (bur) gandum panjang (sa’ir) yg sa’ir sdh jarang ditanam karena rasanya kurang enak, dan kurma, keenam barang ini harus ditukar dg tunai....
Emas, perak ditukar Rupiah maka harus (wajib) tunai...
Bila tdk tunai maka akan terjadi Riba Nasi'a
Emas dan Perak tdk boleh beli secara online...
Bagaimana caranya biar bisa jual beli online dan sah.... Bayarnya gak pakai uang tapi boleh pakai beras, motor, semen, atau selain uang....
Jual beli melalui telephone merupakan jual beli langsung dalam akad ijab kabul...
Jadi ijab kabul dalam online tdk ada masalah...
Karena fisik barang yang diperjualbelikan tdk dapat disaksikan langsung hanya sebatas gambar dan spesifikasinya, maka jual beli ini bisa ditakhrij dg “Bai’ al ghaib ala ash shifat (jual beli barang yang tdk dihadirkan pada is akad atau tdk disaksikan langsung, sekalipun hadir dalam majelis, seperti : beli barang dalam kardus/kotak, yang hanya dijelaskan melalui kata²)
Perbedaan pendapat dlm bai’ul ghoib alasshifat :
1) Jual beli yang tdk disaksikan pada saat akad sekalipun barang tersebut ada, hukumnya tdk sah, ini pe dapat mazdhab Syafi’i
Nawawi mengatakan tdk sah jual beli al ghoib ala ashifat...
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ عَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ
“Rasulullah ﷺ melarang jual beli jual beli gharar”
Tidak benar bahwa bai’ al ghoib alashifat termasukjual beli ghoror karena obyek barang menjadi jelas dapat diketahui dg Indra langsung dan juga bisa ketahui dg Indra....
Allah سبحانه وتعا لى berfirman:
ۚ فَلَمَّا جَآءَهُمْ مَّا عَرَفُوْا کَفَرُوْا بِهٖ ۖ
Maka setelah sampai kepada mereka apa yang telah mereka ketahui itu, mereka mengingkarinya. "
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 89)
2) Bai’ ala ashsbifat hukumnya sah, pendapat ini merupakan mazdhab mayoritas para ulamak mazdhab Hanafi, Maliki dan Hambali
Allah سبحانه وتعا لى berfirman:
ۘ وَاَحَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰوا ۗ
“Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba.”
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 275)
Hukum asal jual beli adalah halal...
Pemilik situs merupakan wakil (agent) dari pemilik barang
Bila pemilik situs menawarkan barang orang lain yang sebelumnya ia telah membuat kesepakatan dengan pemilik barang agar dia diberi kepercayaan untuk menjualkan barang tersebut untuk/atas nama pemilik barang dan mendapat komisi dari setiap barang yang dijualnya maka statusnya dalam pandangan syariat adalah sebagai wakil yang sama hukumnya dengan pemilk barang. Barang yang dijualkannya dipersyratkan telah dimiliki sebelumnya oleh pemilik barang sebelum dijualkan oleh wakil (agent).
Berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah رضي الله عنهماia berkata, “AKu hendak menuju Khaibar, lalu aku mendatangi Nabi shallallahu’aliahi wasallam, aku megucapkan salam kepada beliau. Aku berkata, “AKu ingin pergi ke Khaibar.
Maka Nabi ﷺ bersabda...
إِذَا أَتَيْتَ وَكِيلِي فَخُذْ مِنْهُ خَمْسَةَ عَشَرَ وَسْقًا فَإِنِ ابْتَغَى مِنْكَ آيَةً فَضَعْ يَدَكَ عَلَى تَرْقُوَتِهِ
“Bila engkau mendatangi wakilku di Khaibar, ambillah darinya 15 wasq kurma. Bila dia meminta bukti (bahwa engkau adalah wakilku) maka letakkanlah tanganmu diatas tulang bahwah lehernya.”
(HR. Abu Dawud. Menurut Ibnu Hajar sanad hadis ini hasan)
Hadis diatas dengan jelas menyatakan bahwa wakil hukumnya sama dengan pemilik barang.
Pemilik situs belum memiliki barang yang ditampilkan dan juga bukan sebagai wakil (agen)
Para ulama sepakat bahwa tidak sah hukum jual beli jika pemilik situs tidak memiliki barang-barang yang ia tampilkan pada situsnya.
Biasanya proses ini berlangsung sebagai berikut:
Pada saat pembeli telah mengirim aplikasi permohoman barang ia hanya menghubungi pemilik barang yang sesungguhnya tanpa melakukan akad jual-beli, hanya sebatas konfirmasi keberadaan barang. Setelah ia menyakini keberadaan barang lalu ia meminta pembeli untuk mentrasfer uang ke rekeningnya. Setelah uang ia terima barulah ia membeli barang tersebut dan mengirimkannya kepada pembeli.
Akad jual beli ini tidak sah, karena ia menjual barang yang bukan miliknya. Akad ini mengandung unsur gharar, disebabkan pada saat akad berlangsung penjual belum dapat memastikan apakah barang dapat ia kirimkan kepada pembeli ataukah tidak?
Hal ini berdaasarkan sabda Nabi ﷺ yang diriwayatkan oleh Hakim bin Hizam رضي الله عنه ia berkata... :
يَا رَسُولَ اللَّهِ يَأْتِينِي الرَّجُلُ فَيُرِيدُ مِنِّي الْبَيْعَ لَيْسَ عِنْدِي ، أَفَأَبْتَاعُهُ لَهُ مِنْ السُّوقِ ؟ فَقَالَ : لَا تَبِعْ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ
“Wahai Rasulullah seseorang datang kepadaku untuk membeli sesuatu barang, kebetulan barang tersebut sedang tidak kumiliki, apakah boleh aku menjualnya kemudian aku membeli barang yang diinginkannya dari pasar? Maka Nabi ﷺ menjawab, :Jangan engkau jual barang yang belum engkau miliki.”
(HR. Abu Dawud. Hadis ini dishahihkan oleh Al-Albani)
Solusi syar’i
Agar jual beli ini menjadi sah, pemilik situs dapat melakukan langkah-langkahnya beikut ini:
A.Beritahu setiap calon pembeli bahwa penyediaan aplikasi permohonan barang bukan berarti ijab dari penjual (pemilik situs).
B. Setelah calon pembeli mengisi aplikasi dan mengirimkannya, pemilik situs tdiak boleh menerima langsung akad jula beli. Akan tetapi ia beli terlebih dahulu barang tersebut dari pemilik barang sesungguhnya dan ia terima, kemudian baru ia jawab permohonan pembeli dan memintanya untuk mentransfer uang ke rekening miliknya. Lalu barang dikirmkan ke pembeli.
Untuk menghidari kerugian akibat pembeli via internet menarik keinginanya untuk membeli selama masa tunggu, sebaiknya penjual di situs mensyaratkan kepada pemilik barang sesungguhnya bahwa ia berhak mengembalikan barang selama tiga hari sejak barang dibeli. Ini yang dinamakan khiyar syarat.
Jika langkah-langkah diatas diikuti maka jual belinya menjadi sah dan keuntungannyapun menjadi halal.
Titip Beli Online Oleh
Dengan kemajuan teknologi, kebiasaan masyarakat pada umumnya - yang bila ada kerabat, teman atau sahabat melakukan perjalanan ke sebuah kota/negara- menitip untuk dibelikan barang tertentu. Kebiasaan ini sekarang dikembangkan lebih luas lagi dengan cara: bila seseorang yang akan bepergian ke suatu kota atau negara dia memberitahukan niat perjalanannya tersebut melalui situs penyedia jasa titip beli. Maka para pengunjung situs yang menginginkan suatu barang dari kota/negara yang akan dikunjungi menuliskan spesifikasi barang yang diinginkan. Dan meminta untuk dibelikan barang tersebut. Uangnya bisa ditransfer di awal pada saat mengajukan pemesanan atau setelah barang diterima. . Keuntungan bagi penitip dia mendapatkan barang yang diinginkan tanpa harus mengeluarkan biaya dan tenaga yang besar untuk sengaja melakukan perjalanan ke kota/negara yang dituju. Dan keuntungan lainnya harga barang yang didapatkan dengan cara titip beli ini lebih rendah dibanding harga barang yang sama yang dijual di kota penitip berada, belum lagi keaslian barang lebih terjamin . Adapun keuntungan bagi orang yang dititipkan dia mendapatkan fee (upah) dari penitip untuk setiap barang yang dibelikan tanpa harus keluar biaya khusus untuk perjalanan membelikan barang yang dititip. Salah satu situs yang memfasilitasi jasa ini menyatakan, "Kami tidak mengambil keuntungan dengan menaikkan harga barang yang akan dibeli. Fee per 1 barang yang dipesan Rp. 20,000,- diluar ongkos kirim"
Jasa layanan titip beli ini juga ada pada aplikasi GO-JEK2, produk ini dikenal dengan
Shopping dan GO-FOOD;
- Shopping (Belanja) dengan layanan ini, pemesan dapat membeli semua kebutuhan
tanpa harus keluar rumah. GO-JEK Indonesia akan membelikan semua barang yang
dibutuhkan dan langsung mengantarkan ke tempat pemesan dengan catatan barang
tersebut memiliki harga kurang dari Rp 1 juta. GO-JEK Indonesia akan meminjami
pemesan uang terlebih dahulu, kemudian setelah barang pesanan diterima pemesan
maka pemesan wajib menggganti uangnya ditambah biaya transport ojek.
- GO-FOOD (Delivery Makanan). GO-FOOD memberikan pelanggan kemudahan dalam
layanan pesan antar makanan. Caranya: pemesan klik fitur GO-FOOD untuk memilih
kategori makanan yang diinginkan. Pemesan juga bisa klik ‘Near Me’ untuk
menemukan restoran yang posisinya paling dekat dengan pemesan dengan harga yang
tertera pada aplikasi. Akan tetapi, harga yang tercantum di GO-FOOD merupakan
harga perkiraan dan pemesan nantinya akan membayar sesuai dengan tagihan.
Pengemudi GO-JEK menalangi pembelian makanan terlebih dahulu sampai dengan
Rp.1.000.000,- dengan syarat total makanan yang dibeli masih dapat ditransportasikan
dengan motor. Biaya pembelian makanan dibayarkan tunai ditambah biaya transport
ojek dari restoran ke tempat pemesan.
Hukum Titip Beli
Kemudahan dari jasa titip beli ini sangat terasa bagi pengguna jasa dan kemudahan
merupakan salah satu maqshad dari syariat Islam. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda
kepada Muaz bin Jabal dan Abu Musa al Asyari radhiyallahu anhuma yang beliau utus ke
penduduk Yaman untuk mendakwahkan Islam,
“Berilah kemudahan dan jangan menyulitkan! beri kabar gembira dan jangan beri kabar
ketakutan”.
(HR. Bukhari dan Muslim).
Namun, bila dalam transaksi terdapat hal-hal yang diharamkan maka kemudahan
tersebut berubah menjadi kesusahan di dunia dan akhirat.
Untuk kasus titip beli pertama dimana seseorang yang akan bepergian dititipkan untuk
membelikan suatu barang, terdapat dua kemungkinan dalam cara pembayaran antara penitip
dan yang dititip; bisa jadi penitip mengirimkan uang kepada orang yang dititipi sebelum dia
membelikan barang dan bisa jadi penitip menyerahkan uang setelah orang yang dititipi
membelikan barang dengan uang miliknya terlebih dahulu.
Bila uang yang digunakan oleh orang yang dititipi untuk membeli barang adalah uang
penitip yang dikirim ke rekening orang yang dititipi sebelum dia membelikan barang maka dari
tinjauan fikih muamalat akad ini adalah wakalah bil ujrah (mewakilkan untuk membelikan
barang dengan imbalan fee). Maka Rp.20.000,- adalah ujrah atau imbalan atas jasanya
membelikan barang. Hukum akad wakalah bilujrah boleh berdasarkan dalil-dalil berikut:
- Firman Allah taala yang mengisahkan tentang ashabul kahfi yang tertidur dalam
suatu gua selama 300 tahun lebih lalu pada saat terbangun mereka mewakilkan
kepada salah seorang diantara mereka untuk pergi ke kota membelikan makanan:
ۗ فَابْعَثُوْۤا اَحَدَكُمْ بِوَرِقِكُمْ هٰذِهٖۤ اِلَى الْمَدِيْنَةِ فَلْيَنْظُرْ اَيُّهَاۤ اَزْكٰى طَعَامًا فَلْيَأْتِكُمْ بِرِزْقٍ مِّنْهُ وَلْيَتَلَطَّفْ وَلَا يُشْعِرَنَّ بِكُمْ اَحَدًا
“Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan
membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik,
maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah-
lembut”. (AlKahfi: 19).
Ayat ini menjelaskan bahwa mereka (ashhabul kahfi) yang berjumlah 7 orang
mewakilkan kepada salah seorang diantara mereka untuk membeli makanan ke kota.
Hal ini menunjukkan bolehnya mewakilkan kepada orang lain untuk membelikan
makanan. Bila hukum akad wakalah ini boleh maka dibolehkan juga mengambil upah
dari transaksi tersebut sebagai imbalan atas jasa yang halal dari orang yang menerima
perwakilan.
- Diriwayatkan oleh Bukhari bahwa Rasulullah ﷺ
memberikan uang satu dinar kepada Urwah radhiyallahu anhu agar ia membelikan
seekor kambing untuk Nabi ﷺ. Maka ia mendatangi para
pedagang yang membawa kambing untuk dijual di pasar. Ia menawarnya dan
mendapatkan dua ekor kambing dengan uang satu dinar. Dalam perjalanan menuju
Rasulullah ﷺ, ada seseorang yang menawar seekor
kambing yang dibawa Urwah seharga satu dinar maka ia pun menjualnya.
Sesampainya di hadapan Nabi ﷺ Urwah memberikan
kepada Nabi ﷺ satu dinar ditambah seekor kambing.
Dalam hadis ini memang tidak dijelaskan tentang upah untuk yang dititipi karena yang
dititipi yaitu Urwah melakukannya sukarela tanpa imbalan. Jika dia meminta imbalan di awal
hukumnya boleh. Ini hukum titip beli yang uangnya diterima oleh orang yang dititipi sebelum
dia membelikan barang.
Adapun jika yang dititipi membelikan barang terlebih dahulu menggunakan uangnya
dengan syarat nantinya akan diganti oleh penitip maka akadnya adalah qardh (dimana pihak
yang dititipi meminjamkan uang kepada penitip untuk dibelikan barang titipan).
Pada dasarnya hukum akad qardh adalah mubah (boleh) selagi tidak ada riba
pertambahan untuk pemberi pinjaman/utang. Berdasarkan sabda Nabi ﷺ
“Tidaklah seorang muslim memberikan pinjaman kepada saudaranya dua kali pinjaman
melainkan dia telah bersedekah satu kali sebesar nominal pinjaman tersebut”.
(HR. Ibnu Majah).
Namun, yang terjadi dalam transaksi titip beli bentuk yang pertama disana terdapat
tambahan/keuntungan bagi pihak yang dititipi yang sekaligus sebagai pemberi pinjaman
kepada penitip sebesar harga barang yang dipesan dengan tambahan Rp.20.000,- per item
barang yang dititip belikan. Maka -wallahu alam- titip beli dalam bentuk ini hukumnya riba dan haram.
Berdasarkan kaidah fikih yang menyatakan...:
"Setiap pinjaman yang memberikan keuntungan bagi pemberi pinjaman adalah riba"
3.
Sekalipun, orang yang dititipi beralasan bahwa fee Rp. 20.000,- itu merupakan imbalan
jasa mencari barang. Hukum haram ini berdasarkan larangan Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam menggabungkan akad pinjaman dengan akad jual-beli dan termasuk dalam hal ini jual-
beli jasa
"Tidak halal menggabungkan antara akad pinjaman dan jual-beli".
(HR. Abu Daud. Menurut Al-
Albani derajat hadis ini hasan shahih).
Ijarah adalah akad jual-beli jasa. Maka hikmah larangan hadist di atas karena pemberi
jasa memang tidak mengambil keuntungan dari akad qardh, akan tetapi sangat memungkinkan
dia untuk mengambil keuntungan dari akad jasa (ijarah). Dan itu memang yang terjadi, dimana
pihak yang dititipi meminta fee dari jasa membelikan barang selain penggantian harga barang ...:
ditambah ongkos kirim. Dan keuntungan dari akad pinjaman adalah riba.
Ibnu Rusyd berkata.
Seseorang berkata, "Belikan untukku barang dengan spesifikasi ini seharga 10 dinar,
nanti saya akan membelinya dari anda seharga 12 dinar dengan cara tidak tunai".
Ini hukumnya haram, tidak halal dan tidak boleh, karena ia telah memberikan pinjaman
yang berlebih (riba) ... menurut Said bin Musayyib bahwa orang yang dititipi tidak boleh
mendapatkan upah/fee; karena dengan adanya fee tersebut maka terjadilah riba dengan
sempurna”4.
Ini dikategorikan riba karena bentuk akadnya bukanlah jual-beli antara penjual kedua
dengan pembeli kedua, melainkan pembeli kedua mewakilkan kepada penjual kedua untuk
membelikan barang seharga 10 dinar dengan meminjamkan uang penjual kedua terlebih
dahulu, karena pembeli kedua mengatakan "belikan untukku". Ini adalah pinjaman maka
penjual kedua tidak boleh mengambil keuntungan sebanyak 2 dinar dari piutangnya5.
Kalaulah fee itu adalah biaya yang nyata-nyata dikeluarkan oleh orang yang dititipi
seperti ongkos transportnya dari penginapan menuju tempat penjualan barang yang dititipi ini
dibolehkan. Akan tetapi, biaya riil tersebut tentu dalam jumlah tetap berapapun item barang
yang dititipkan bukan ditentukan dengan harga Rp.20.000,- per item sebagaimana yang
tercantum dalam penjelasan situs yang menerima layanan “titip beli”.
Solusi
Agar transaksi jenis ini dibolehkan syariat hendaklah dibuat akad pada saat pemesanan
akad janji untuk menjual dari pihak yang dititipi dan janji untuk membeli dari pihak penitip
dengan syarat janji ini tidak mengikat. Maka nantinya yang akan terjadi adalah akad jual-beli
antara penitip dan yang dititipi, bukan akad wakalah bil ujrah yang digabungkan dengan akad
pinjaman (qardh) yang telah diharamkan syariat.
Dengan konsekwensi orang yang dititipi yang berperan sebagai penjual boleh
menjualnya dengan keuntungan yang diridhai kedua belah pihak; pihak penitip dan pihak yang
dititipi, sebagaimana boleh juga pihak yang dititipi menjualnya ke pihak lain yang
menginginkan barang yang sama yang tidak menitip untuk dibelikan barang sebelumnya tanpa
harus menyebutkan harga pokok pembelian barang dengan risiko yang mungkin terjadi pada
pihak yang dititipi bahwa pemesan mungkin tidak jadi membeli barang yang telah dipesannya.
Untuk kasus titip beli yang menggunakan jasa GO-JEK dimana pengemudi ojek
meminjamkan uang terlebih dahulu kepada pemesan untuk dibelikan barang belanjaan atau
makanan yang kemudian pengemudi GO-JEK menagihkan piutangnya kepada pemesan barang
atau makanan ditambah biaya transport ojek dari tempat barang titipan dibeli menuju tempat
pemesan.
Tinjauan fikih muamalat terhadap transaksi ini bahwa dalam transaksi ini terdapat 2
transaksi yang digabungkan menjadi satu yaitu: transaksi qardh (pinjaman) dimana pengemudi
GO-JEK meminjamkan uang kepada pemesan yang akan dibayar nantinya oleh pemesan setelah
barang yang dipesan diterimanya dan akad kedua transaksi ijarah (sewa jasa) dimana
pengemudi GO-JEK menyewakan jasanya untuk mengantar barang titipan kepada pemesan
yang jasa ini nantinya akan dibayar oleh pemesan sesuai dengan tarif normal tanpa ada
penambahan. Maka keuntungan pihak GO-JEK dalam hal ini hanyalah biaya jasa mengantarkan makanan yang harganya normal tanpa mengambil keuntungan yang berlebih sebagai imbalan
atas uang yang dipinjamkan oleh pengemudi GO-JEK kepada pemesan.
Dalam hal ini terdapat larangan Nabi shallallahu alaihi wa sallam menggabungkan akad
pinjaman dengan akad jual-beli dan termasuk dalam hal ini jual-beli jasa
"Tidak halal menggabungkan antara akad pinjaman dan jual-beli".
(HR. Abu Daud. Menurut Al-
Albani derajat hadis ini hasan shahih).
Selain hadis di atas juga para ulama telah sepakat haramnya penggabungan akad
pinjaman dan jualbeli. Ijma' ini dinukil oleh beberapa ulama, diantaranya;
Al Qarafi berkata...:
"Umat Islam telah sepakat bahwa boleh hukumnya jual beli dan utang piutang yang
terpisah kedua akad tersebut, akan tetapi haram menggabungkan kedua akad tersebut dalam
satu akad, karena ini merupakan celah untuk terjadinya riba"
6.
Pernyataan yang sama juga dinukil Az Zarkasyi dalam bab pembahasan sadduz zariah
(larangan terhadap sarana) 7.
Perlu diingat bahwa akad ijarah termasuk bagian dari akad jual-beli, karena hakikat
ijarah adalah jual-beli jasa. Maka menggabungkan antara akad ijarah dan akad qardh sama
hukumnya dengan menggabungkan akad jual beli dan akad qardh, yaitu haram.
Berdasarkan hadis ini maka AAOIFI dalam panduan lembaga keuangan syariah melarang
penggabungan akad qardh dan akad ijarah dalam pasal:
Mikyar (19) tentang Qardh, ayat (7) yang berbunyi, "Lembaga keuangan syariah tidak
dibolehkan mensyaratkan akad ba'i (jual-beli), akad ijarah (sewa), atau akad mu'awadhah
lainnya yang digabung dengan akad qardh. Karena dalam jual/sewa, biasanya, pihak
debitur sering menerima harga di atas harga pasar dan ini merupakan sarana untuk
terjadinya riba (pinjaman yang mendatangkan keuntungan bagi kreditur)"8.
Dari penjelasan di atas jelas bahwa penggabungan akad qardh dan ijarah diharamkan
untuk menutup celah terjadinya riba dimana pemberi pinjaman sangat dimungkinkan
mendapat keuntungan dari akad ijarah.
Akan tetapi bila dapat dipastikan bahwa pihak pemberi pinjaman dalam hal ini
pengemudi GO-JEK sama sekali tidak mengambil keuntungan dari transaksi jasa mengantarkan
pesanan dari tempat barang/makanan dibeli menuju tempat pemesan terbukti dengan bahwa
ongkos transport pengiriman barang/makanan yang dititip beli sama dengan ongkos transport
pengiriman barang lain yang tidak dititip belikan.
Juga dijelaskan oleh para ulama tentang kaidah zari’ah riba bahwa sesuatu yang
diharamkan karena dikhawatirkan akan mengantarkan kepada riba seperti haramnya
menggabungkan akad pinjaman dengan jual beli maka menjadi dibolehkan jika terdapat hajah
(kepentingan) akan penggabungan akad tersebut. Dan kebutuhan akan transaksi layanan GO-
JEK shopping dan GO-FOOD sangat terasa dibutuhkan di kota-kota besar yang sering terjadi
kemacetan lalu-lintas dimana pemesan dapat memenuhi kebutuhannya tanpa harus
mengorbankan waktu dan tenaga.
Ibn al Arabi berkata..:
"Apabila sesuatu diharamkan karena zatnya maka sebuah hajat tidak berpengaruh terhadap
hukum haramnya. Dan apabila diharamkan karena tujuan lain (bukan zatnya) maka hajat dapat
mengubah hukum keharamannya."
9.
Ibn Taimiyah berkata
"Sebuah larangan jika tujuannya untuk menutup celah keharaman yang lebih besar dibolehkan
bila terdapat maslahat yang kuat"
10.
Ibn Qayyim berkata...:
"Sesuatu yang diharamkan untuk menutup celah keharaman yang lebih besar dibolehkan bila
terdapat hajat"11.
Ibn Utsaimin berkata...:
Akan tetapi, sesuatu yang diharamkan untuk menutup celah keharaman
Dibolehkan bila terdapat hajat, seperti bai' 'Araya
Dalil dari kaidah ini adalah dibolehkannya bai' 'Araya. Bai' 'Araya yaitu menukar kurma
kering yang dapat ditakar dengan kurma segar yang masih berada di pohon. Ini berdasarkan
hadis yang diriwayatkan oleh Abu Haitsamah رضي الله عنه:
"Rasulullah ﷺ melarang menjual kurma yang di pohon dengan kurma
kering. Akan tetapi beliau memberi rukhsah (keringanan) dalam bentuk 'Araya, yaitu: kurma
kering ditukar dengan kurma dipohon dengan perkiraan untuk dimakan kurma di pohon oleh
pembelinya yang miskin". (HR. Bukhari).
Pada dasarnya bai' 'Araya termasuk riba bai' (riba fadhl) dimana penjual dan pembeli
tidak dapat memastikan persamaan takaran antara kurma kering dengan kurma di pohon.
Padahal untuk menghindari riba dalam transaksi tukar menukar kurma dengan kurma
haruslah sama takaran/timbangan dan haruslah tunai. Akan tetapi, dalam kasus bai' 'Araya
tidak dapat diketahui persamaan takarannya. Maka ini termasuk riba fadhl.
Akan tetapi bai' 'Araya dibolehkan oleh Nabi ﷺ untuk hajat fakir
miskin yang menginginkan makan kurma segar yang masih di pohon. Keingingan fakir miskin
tersebut belum sampai pada tahap darurat yang berakibat hilangnya salah satu dari lima hal
pokok pada diri seorang manusia. Fakir miskin hanya akan bersedih bila berlalu musim panen
kurma dan mereka belum merasakan manisnya kurma segar. Kesedihan jiwa kaum miskin ini
hanyalah sebatas hajat dan bukan darurat.
Kesimpulan: hukum transaksi GO-FOOD dan Shopping dibolehkan syariat Islam. Karena
pada dasarnya hukum suatu muamalat dibolehkan selagi tidak terdapat hal-hal yang
menjadikan transaksi muamalat tersebut menjadi haram. Dan dalam transaksi GO-FOOD dan
Shopping tidak terdapat dalil yang mengharamkannya.
والـلــه تعالى أعلم بالصواب
Semoga bermanfaat
اٰمِـــــــيْن يـَارَبَّ الْعَالَمِـــــــين
Via Ummu Shaquille
[Copas&PostedBy Fp Ittiba' Rasulullah ].
Klik disini untuk sedekah dakwah, untuk membantu dakwah kami
Share Artikel Ini