Jawaban syubhat bolehnya memberontak kepada pemimpin yang tidak menerapkan hukum Allah
Baca Juga :
Jawaban Syubhat: "bolehnya memberontak kepada pemimpin yang tidak menerapkan Hukum Allah!".
=====
Sebagian orang membolehkan memberontak kepada pemimpin muslim yang sah, karena tidak menerapkan hukum Allah.
Diantara dalil mereka adalah hadits Ummul Hushain, dari Nabi -shallallahu alaihi wasallam-:
وَلَوِ اسْتُعْمِلَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ يَقُودُكُمْ بِكِتَابِ اللهِ، فَاسْمَعُوا لَهُ وَأَطِيعُوا
"Andai seorang budak menjadi pemimpin kalian, dia memimpin kalian dengan Kitabullah, maka dengarkan dia, dan taatlah kepadanya!" [HR. Muslim: 1838].
Dalam riwayat lain redaksinya:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللَّهَ، وَإِنْ أُمِّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ مُجَدَّعٌ فَاسْمَعُوا لَهُ، وَأَطِيعُوا مَا أَقَامَ لَكُمْ كِتَابَ اللَّهِ [ت 1706، صحيح]
"Wahai manusia, bertakwalah kalian kepada Allah! bila seorang budak ethiopia (berkulit hitam) dan cacat menjadi pemimin kalian, maka dengarkan dia dan taatlah kepadanya, selama dia menegakkan Kitabullah untuk kalian" [HR. Attirmidzi: 1706, shahih].
Hadits di atas menyebutkan kriteria "memimpin dengan Kitabullah" atau "menegakkan Kitabullah" untuk pemimpin yang wajib kita dengar dan taati. Dan Kitabullah di sini mewakili hukum Allah.
Sekilas bisa dipahami dengan logika terbalik, bahwa bila pemimpinnya tidak "memimpin dengan Kitabullah" atau tidak "menegakkan Kitabullah" yang merupakan hukum Allah, maka tidak wajib mendengar dan taat kepadanya. Artinya boleh memberontak kepadanya!.
Jawaban syubhat ini:
1. Hadits tersebut tidak menyebutkan secara tegas bahwa bila pemimpin tidak menegakkan Kitabullah, maka boleh tidak mendengar dan taat kepadanya. Hanya menyebutkan bahwa "bila pemimpin menegakkan Kitabullah, maka kita harus mendengar dan patuh kepadanya".
2. Cara berdalil yang disebutkan di atas adalah logika terbalik. Ini disebut dalam ilmu Ushul Fikih sebagai Mafhum Mukhalafah. Dan sebagaimana dijelaskan oleh para ulama Ushul Fikih, bahwa Mafhum Mukhalafah adalah dalil yang lemah, oleh karenanya banyak ulama yang tidak menganggapnya sebagai hujjah, diantaranya: para ulama Madzhab Hanafi.
3. Para ulama Ushul Fikih telah menjelaskan, bahwa Mafhum Mukhalafah bila bertentangan dengan dalil lain -yang semisal atau yang lebih kuat-, maka tidak boleh dijadikan sebagai hujjah.
Dan mafhum mukhalafah dari hadits Ummul Hushain, bertentangan dengan banyak hadits yang lain, diantaranya:
a. Hadits 'Auf bin Malik.
وَشِرَارُ أَئِمَّتِكُمُ الَّذِينَ تُبْغِضُونَهُمْ وَيُبْغِضُونَكُمْ، وَتَلْعَنُونَهُمْ وَيَلْعَنُونَكُمْ. قِيلَ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَفَلَا نُنَابِذُهُمْ بِالسَّيْفِ؟ فَقَالَ: لَا، مَا أَقَامُوا فِيكُمُ الصَّلَاةَ
"Pemimpin² kalian yang paling buruk, adalah pemimpin² yang kalian membenci mereka dan mereka membenci kalian, kalian melaknat mereka dan mereka melaknat kalian.
Ada yang bertanya: wahai Rasulullah, tidak bolehkah kita memeranginya dengan pedang (memberontak)?. Beliau menjawab: jangan, selama mereka masih menegakkan shalat di tengah² kalian". [HR. Muslim: 1855].
Renungkan sabda Beliau "jangan (memberontak) selama mereka masih menegakkan shalat". Sisi Manthuq hadits ini menunjukkan tidak bolehnya memberontak kepada pemimpin selama dia masih shalat. Dan pemimpin yang demikian, bisa jadi tidak menegakkan Kitabullah.
Sehingga Manthuq hadits ini jelas bertentangan dengan Mafhum Mukhalafah dari hadits Ummul Hushain yang menunjukkan bolehnya memberontak pemimpin yang tidak menegakkan Kitabullah. Dan sebagaimana dalam kaidah Ushul Fikih, bahwa "makna Mantuq lebih didahulukan daripada makna Mafhum".
b. Hadits Ubadah bin Shamit.
دَعَانَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَايَعْنَاهُ، فَقَالَ فِيمَا أَخَذَ عَلَيْنَا: أَنْ بَايَعَنَا عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ، فِي مَنْشَطِنَا وَمَكْرَهِنَا، وَعُسْرِنَا وَيُسْرِنَا، وَأَثَرَةً عَلَيْنَا، وَأَنْ لاَ نُنَازِعَ الأَمْرَ أَهْلَهُ، إِلَّا أَنْ تَرَوْا كُفْرًا بَوَاحًا، عِنْدَكُمْ مِنَ اللَّهِ فِيهِ بُرْهَانٌ.
"Nabi -shallallahu alaihi wasallam- pernah mengajak kami (untuk berbaiat), maka kami pun membaiat beliau.
Dan janji yang Beliau ambil dari kami adalah: agar kami selalu mendengar dan taat (kepada pemimpin), baik saat kami suka atau benci, baik saat kami susah atau mudah, meski pemimpin itu mengakhirkan kami (yakni mementingkan diri sendiri), dan agar kami tidak memberontak, kecuali bila kalian melihat kekufuran yang nyata, dan kalian memiliki hujjah yang jelas dari Allah tentang kekufurannya itu". [HR. Bukhari 7056, Muslim 1709].
Renungkanlah redaksi: "agar kami tidak memberontak, kecuali bila kalian melihat kekufuran yang nyata". Makna Manthuq-nya menunjukkan tidak bolehnya memberontak sampai terlihat kekufuran yang nyata padanya, dan ini tentunya bertentangan dengan Mafhum Mukhalafah dari hadits Ummul Hushain yang menunjukkan bolehnya memberontak pemimpin yang tidak menegakkan Kitabullah, karena tidak menegakkan kitabullah bukanlah kekufuran yang nyata.
Dan bila makna Mafhum bertentangan dengan makna Manthuq, maka yang lebih didahulukan adalah makna Manthuq.
c. Hadits Hudzaifah bin Yaman.
يَكُونُ بَعْدِي أَئِمَّةٌ لَا يَهْتَدُونَ بِهُدَايَ، وَلَا يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِي، وَسَيَقُومُ فِيهِمْ رِجَالٌ قُلُوبُهُمْ قُلُوبُ الشَّيَاطِينِ فِي جُثْمَانِ إِنْسٍ. قَالَ: قُلْتُ: كَيْفَ أَصْنَعُ يَا رَسُولَ اللهِ، إِنْ أَدْرَكْتُ ذَلِكَ؟ قَالَ: تَسْمَعُ وَتُطِيعُ لِلْأَمِيرِ، وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ، وَأُخِذَ مَالُكَ، فَاسْمَعْ وَأَطِعْ.
"Akan ada setelahku para pemimpin yang tidak menjalankan petunjukku dan tidak mengikuti sunnahku. Dan akan bersama para pemimpin itu orang² yang berhati setan tapi berjasad manusia.
Sahabat Hudzaifah berkata: Wahai Rasulullah, apa yang harus kulakukan bila kutemui yang seperti itu? Beliau menjawab: dengar dan taatlah kepada pemimpin, meski punggungmu dipukul dan hartamu diambil, tetaplah mendengar dan mentaatinya". [HR. Muslim 1847].
Renungkan sabda Beliau "Akan ada setelahku para pemimpin yang tidak menjalankan petunjukku dan tidak mengikuti sunnahku" dan kepada pemimpin yang seperti ini Beliau tetap mewajibkan mendengar dan taat. Bukankah pemimpin yang demikian sangat besar kemungkinan "tidak menegakkan Kitabullah"?! itu menunjukkan bahwa mafhum mukhalafah dari Hadits Ummul Hushain tidak bisa dijadikan sebagai hujjah, karena bertentangan dengan petunjuk hadits ini.
Kesimpulan dari penjelasan di atas adalah:
a= Mafhum mukhalafah dari hadits Ummul Hushain, yakni: "bolehnya memberontak kepada pemimpin yang tidak menegakkan Kitabullah atau tidak memimpin dengan Kitabullah" tidak bisa dijadikan sebagai hujjah, karena Mafhum tersebut bertentangan dengan hadits² yang lain.
b= Adapun Manthuq dari hadits tersebut, yakni: "wajibnya mendengar dan mentaati pemimpin yang menegakkan Kitabullah atau memimpin dengan Kitabullah", maka ini tidak bertentangan dengan hadits² yang lain, sehingga tidak ada masalah sama sekali dari sisi ini.
Demikian, wallahu a'lam.
Silahkan dishare, semoga bermanfaat dan Allah berkahi.
Klik disini untuk sedekah dakwah, untuk membantu dakwah kami
Share Artikel Ini