Hukum arisan berhutang untuk kurban idul adha
Baca Juga :
Bismillah.....
ARISAN KURBAN.
BERHUTANG UNTUK KURBAN.
Pertanyaan, Assalamu ‘alaikum. Ustadz saya ada pertanyaan, di daerah sekitar kami ada arisan kurban. Biasanya, beberapa orang mengumpulkan uang beberapa ratus ribu untuk kemudian diundi. Pemenang undian berhak mendapatkan uang hasil itu untuk digunakan membeli hewan kurban. Bagaimana hukum kurban dengan cara semacam ini? Terima kasih.
Jawab:
Wa’alaikumussalam…
Arisan Kurban
Mengadakan arisan dalam rangka berkurban masuk dalam pembahasan berhutang untuk kurban. Karena hakikat arisan adalah hutang. Sekelompok orang mengumpulkan sejumlah uang, kemudian diserahkan kepada yang berhak dengan cara diundi. Orang yang mendapatkan jatah giliran uang ini, hakikatnya dia telah berhutang kepada seluruh teman-temannya yang ikut arisan.
Mengenai hukum berkurban dengan berhutang, sebagian ulama ada yang menganjurkannya meskipun harus berhutang. Di antaranya adalah Imam Abu Hatim sebagaimana dinukil oleh Ibn Katsir dari Sufyan At Tsauri (Tafsir Ibn Katsir, surat Al Hajj:36). Sufyan al-Tsauri rahimahullah mengatakan: “Dulu Abu Hatim pernah berhutang untuk membeli unta kurban. Beliau ditanya: “Apakah kamu berhutang untuk membeli unta kurban?” beliau jawab: “Saya mendengar Allah berfirman:
لَكُمْ فِيهَا خَيْر
“Kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya (unta-unta kurban tersebut).” (Q.s. Al Hajj:36).*
(Tafsir Ibn Katsir, surat Al Hajj: 36)
Demikian pula Imam Ahmad dalam masalah akikah. Beliau menyarankan agar berhutang demi menghidupkan sunnah aqiqah di hari ketujuh setelah kelahiran. Salah satu putra Imam Ahmad, yang bernama Salih, pernah bertanya kepada beliau, “Ada seseorang yang anaknya baru lahir, namun dia tidak memiliki dana untuk aqiqah. Manakah yang lebih baik menurut Ayah: berhutang untuk aqiqah, atau mengakhirkan aqiqahnya sampai dia memiliki kemudahan untuk melaksanakannya?”
Imam Ahmad menjawab,
أشد ما سمعنا في العقيقة حديث الحسن عن سمرة عنه عليه الصلاة والسلام: (كل غلام مرتهن بعقيقته) وإني لأرجو إن استقرض أن يعجل له الخلف لأنه أحيا سنة من سننه عليه الصلاة والسلام واتبع ما جاء عنه
“Hadits yang paling jelas yang pernah kami dengar mengenai permasalahan aqiqah adalah hadits yang berkaitan dengan al-Hasan dari Samurah radhiallahu ‘anhuma dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya.’ Aku berharap, jika dia berhutang (untuk aqiqah), agar Allah segera menggantinya, karena dia menghidupkan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengikuti ajaran yang beliau bawa.” (Tuhfatu-l Maudud, hlm. 64)
Sebagian ulama lain menyarankan untuk mendahulukan pelunasan hutang dari pada berkurban. Di antaranya adalah Syaikh Ibn Utsaimin dan ulama-ulama tim fatwa islam web net dibawah bimbingan Dr. Abdullah Al Faqih (Fatwa Syabakah Islamiyah no. 7198 dan 28826). Syaikh Ibn Utsaimin mengatakan, “Jika orang punya hutang maka selayaknya mendahulukan pelunasan hutangnya daripada berkurban.” (Syarhu-l Mumti’, 7/455).
Bahkan Beliau pernah ditanya tentang hukum orang yang tidak jadi kurban karena uangnya diserahkan kepada temannya yang sedang terlilit hutang, dan beliau jawab, “Jika dihadapkan dua permasalahan antara berkurban atau melunasi hutang orang yang faqir maka lebih utama melunasi hutang tersebut, lebih-lebih jika orang yang sedang terlilit hutang tersebut adalah kerabat dekat.” (Majmu’ fatawa & Risalah Ibn Utsaimin, 18/144).
Sejatinya, pernyataan-pernyataan ulama di atas tidaklah saling bertentangan. Karena perbedaan ini didasari oleh perbedaan dalam memandang keadaan orang yang berhutang. Sikap ulama yang menyarankan untuk berhutang ketika kurban adalah untuk orang yang keadaanya mudah dalam melunasi hutang atau untuk hutang yang jatuh temponya masih panjang.
Sedangkan anjuran sebagian ulama untuk mendahulukan pelunasan hutang daripada kurban adalah untuk orang yang kesulitan melunasi hutang atau pemiliknya meminta agar segera dilunasi.
Dengan demikian, jika arisan kurban kita golongkan sebagai hutang yang jatuh temponya panjang atau hutang yang mudah dilunasi maka berkurban dengan arisan adalah satu hal yang baik. Wallahu a’lam..
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
🌺 HUKUM ARISAN QURBAN DAN BERHUTANG UNTUK QURBAN 🌺
❓Bolehkah berutang untuk kurban? Seperti yang dilakukan oleh orang saat ini dengan arisan kurban. Karena arisan sama saja dengan berutang.
Allaah Ta’ala berfirman, ⤵⤵
وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُمْ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ كَذَلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi’ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan untua-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur.” (QS. Al Hajj: 36).
➡ Ibnu Katsir mengatakan mengenai maksud “kebaikan” dalam ayat tersebut, yaitu balasan pahala di negeri akhirat. Sedangkan, Mujahid mengatakan bahwa yang dimaksud kebaikan di situ adalah pahala dan kemanfaatan. Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 5: 415 dan 416.
Jadi ayat tersebut menerangkan bahwa kurban itu akan memperoleh kebaikan yang banyak. Sehingga sebisa mungkin seorang muslim meraih kebaikan ini meski dengan cara berutang.
➡ Sufyan Ats Tsauri rahimahullah mengatakan, ”Dulu Abu Hatim pernah mencari utangan dan beliau pun menggiring unta untuk disembelih. Lalu dikatakan padanya, ”Apakah betul engkau mencari utangan dan telah menggiring unta untuk disembelih?” Abu Hatim menjawab, ”Aku telah mendengar firman Allah,
لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ
“Kamu akan memperoleh kebaikan yang banyak padanya.” (QS. Al Hajj: 36)” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 5: 415).
➡ Untuk masalah akikah, Imam Ahmad berkata,
إذا لم يكن مالكاً ما يعقّ فاستقرض أرجو أن يخلف اللّه عليه ؛ لأنّه أحيا سنّة رسول اللّه صلى الله عليه وسلم
“Jika seseorang tidak mampu aqiqah, maka hendaknya ia mencari utangan dan berharap Allah akan menolong melunasinya. Karena seperti ini akan menghidupkan ajaran Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam.” (Matholib Ulin Nuha, 2: 489, dinukil dari Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 30: 278). Untuk kurban pun berlaku demikian, bisa dengan berutang.
Dalam Fatwa Islam Web no. 7198 disebutkan,
فمن كان غير واجد للمال الذي يكفي لشراء الأضحية فاشترى أضحيته بالدين المقسط، أو المؤجل، لأجل معلوم، وضحى بها أجزأه ذلك، ولا حرج عليه ، بل إن من أهل العلم من استحب لغير الواجد أن يقترض لشراء أضحيته، إذا علم من نفسه القدرة على الوفاء.
وليس من هذا الباب من كانت عنده سعة من المال، إلا أنه لا يجد الآن السيولة الكافية لشراء الأضحية. فهذا مخاطب بالأضحية، لأنه واجد في الحقيقة، فعليه أن يقترض حتى يضحي. والله تعالى أعلم.
“Siapa yang tidak mendapati kecukupan harta untuk membeli hewan kurban, maka hendaklah ia membeli kurban dengan cara berutang (menyicil) atau dibayar pada waktu akan datang yang telah disepakati (dijanjikan). Jika seseorang berkurban dalam keadaan berutang seperti ini, kurbannya sah, tidak ada masalah baginya. Bahkan sebagian ulama ada yang menganjurkan bagi orang yang tidak mendapati harta saat berkurban supaya ia mencari pinjaman untuk membeli hewan kurban dengan catatan ia mampu untuk melunasi utangnya.
Hal ini tidaklah masuk dalam masalah orang yang tidak punya kelapangan rezeki. Namun saat ingin berkurban, ia tidak punya kecukupan harta untuk membeli hewan kurban padahal ia sudah terkena perintah berkurban. Karena kenyataannya ia termasuk orang yang mampu. Maka saat itu hendaklah ia berutang untuk tetap bisa berkurban. Wallahu Ta’ala a’lam.”
📚 Catatan untuk yang melaksanakan arisan kurban ⤵⤵⤵
1- Yang mengikuti arisan tersebut hendaknya orang yang berkemampuan karena yang namanya arisan berarti berutang.
2- Harga kambing bisa berubah setiap tahunnya. Oleh karena itu, arisan pada tahun pertama lebih baik setorannya dilebihkan dari perkiraan harga kambing untuk tahun tersebut.
3- Ketika menyembelih tetap mengatasnamakan individu (satu orang untuk kambing atau tujuh orang untuk sapi dan unta) dan bukan mengatasnamakan jama’ah atau kelompok arisan.
Selengkapnya mengenai hal di atas, baca artikel Hukum Qurban Secara Kolektif.
Semoga sajian yang singkat ini bermanfaat. Hanya Allah yang memberi taufik.
📚 Referensi:
Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, terbitan Wizaroh Al Awqof wasy Syu’un Al Islamiyah, Kuwait.
Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, terbitan Dar Ibnil Jauzi, cetakan pertama, tahun 1431 H.
—
•┈┈┈◎🌼🌺❀🌻🌸🌻❀🌺🌼◎┈┈┈•
.
☆Pegang erat sunnah dan gigitlah dengan geraham - Berani syar'i tanpa selfie☆
Selesai disusun di kantor Pesantren Darush Sholihin, Panggang, Gunungkidul, 27 Dzulqo’dah 1434 H
---------------------------------------------------------------------
🔴🔴🔴
Mau dapat ilmu ,📖...???
Klik 👉 NANI Jambak SPd
Klik disini untuk sedekah dakwah, untuk membantu dakwah kami
Share Artikel Ini