Apakah perlu izin dengan ulil amri / presiden ketika ingin jihad ?
Baca Juga :
APA PERLU IZIN WALIYUL AMRI KETIKA JIHAD?!
▶️ Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِن وَرَائِه ويُتَّقَى بِه
"Sesungguhnya pemimpin kaum muslimin adalah perisai yang (kaum muslimin) berperang dan berlindung di belakangnya." (HR. Bukhari Muslim)
Hadits ini umum mencakup Jihad Thalab maupun Jihad Difa'i, kecuali jika tidak memungkinkan untuk meminta izin pemimpin kaum muslimin, semisal musuh tiba-tiba menyerang. Sebagaimana yang juga dikatakan oleh para ulama berikut ini:
1. Ibnu Rusyd rahimahullahu berkata: Imam Malik rahimahullahu pernah ditanya tentang musuh yang masuk ke salah satu wilayah kaum muslimin, apakah mereka melawannya tanpa izin pemimpin? Maka Imam Malik menjawab: Aku berpendapat apabila pemimpin itu ada di dekat mereka, maka mereka minta izin kepadanya sebelum memerangi musuh. Jika pemimpin berada jauh dari mereka (tidak bisa komunikasi), maka musuh tidak dibiarkan membantai mereka. Ada yang mengatakan: Bagaimana kalau pemimpin itu jauh? Maka Imam Malik menjawab: Bagaimana mereka menyikapi, apakah dibiarkan musuh menghabisi mereka?! Aku berpendapat mereka tetap melawan musuh.
Ibnu Rusyd berkata: Memerangi musuh tanpa izin pemimpin itu tidak boleh, kecuali jika tiba-tiba musuh menyerang dan mereka tidak mungkin minta izin terlebih dahulu. (Al-Bayan Wa At-Tahsil 2/590)
2. Imam Ahmad rahimahullahu pernah berkata: Apabila seorang Imam memberi izin kepada sekelompok orang, maka boleh bagi mereka untuk keluar berperang. Abdullah bin Imam Ahmad bertanya: Bagaimana kalau mereka keluar berperang tanpa izin Imam? Beliau menjawab: Tidak boleh melainkan dengan seizin pemimpin, kecuali kalau musuh tiba-tiba menyerang mereka dan tidak memungkinkan untuk minta izin kepadanya. Aku berharap itu sebagai usaha membela diri kaum muslimin. (Masaail Imam Ahmad hal. 258)
3. Al-Khiraqi rahimahullahu berkata: Wajib bagi manusia apabila musuh menyerang untuk mereka melawan dan mereka tidak boleh berperang melawan musuh, melainkan dengan seizin pemimpin, kecuali kalau musuh tiba-tiba menyerang dan mereka khawatir akan hancur serta tidak memungkinkan untuk mereka minta izin. (Mukhtashar Al-Khairaqi hal. 138)
4. Ibnu Qudamah rahimahullahu berkata: Apabila musuh datang kepada mereka, maka jihad fardhu 'ain atas mereka semua. Tidak boleh seorang pun untuk tidak ikut. Jika hal ini nyata terjadi, maka mereka tidak boleh berperang melainkan dengan seizin pemimpin. Karena urusan perang adalah wewenang pemimpin....kecuali kalau musuh tiba-tiba menyerang mereka dan tidak memungkinkan untuk minta izin pemimpin. (Al-Mughni 9/213)
▶️ Adapun ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah yang (kelihatannya) tidak mensyaratkan secara mutlak adanya izin pemimpin kaum muslimin, maka (kita katakan) : Ini tidak benar, karena dalam beberapa ungkapan beliau diiringi dengan kata-kata "Inilah ucapan Imam Ahmad dan para ulama dari sahabat-sahabat kami (madzhab Hambali) seperti dalam kitab Al-Fatawa Al-Kubra 5/537". Dan telah dinukilkan ucapan Imam Ahmad dan ulama-ulama madzhab Hambali di atas yang mewajibkan izin Waliyul Amri dalam Jihad Difa'i, maka wajib ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah itu dibawa kepada ucapan ulama-ulama yang semadzhab dengan beliau (madzhab Hambali) yang mensyaratkan izin pemimpin kaum muslimin, kecuali dalam satu kondisi darurat seperti yang telah dijelaskan. (Diringkas dari kitab Muhimmat Fi Al-Jihad hal. 72-76 oleh Syaikh Abdul Aziz Ar-Rayyis hafizhahullahu)
Beliau juga mengatakan:
Kaidah ini juga sebagai dalil untuk mengikat/mensyaratkan perkara jihad (Thalab maupun Difa'i) dengan Waliyul Amri. Jika tidak demikian, maka akan terjadi kekacauan dan manusia akan berpecah belah bahkan bisa jadi sebagian kelompok membunuh sebagian yang lainnya.... (Muhimmat Fi Al-Jihad hal. 36)
▶️ Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullahu ditanya: Fadhilatusy Syaikh -semoga Allah memberikan taufik kepada anda-, apakah Jihad Daf'i/Difa'i, baik yang global maupun untuk membela jiwa atau kehormatan atau tanah disyaratkan izin pemimpin kaum muslimin?
Beliau menjawab: Barangsiapa yang mengganggumu di rumahmu atau di tempat kerjamu, dia menginginkan harta atau darahmu atau kehormatanmu, maka engkau boleh membela diri (selama) tidak menimbulkan fitnah (madharat yang lebih besar). Jika engkau membela diri dan tidak mengakibatkan fitnah/madharat yang lebih besar, maka (boleh) engkau membela diri dan tidak perlu izin Waliyul Amri untuk membela harta, jiwa dan kehormatanmu.
Adapun masalah membela suatu negeri, maka harus dengan izin/dipimpin oleh Waliyul Amri. Dialah yang mengatur perkara tersebut (Jihad Daf'i/Difa'i), memimpinnya dan menyusun pasukan. Harus ada Waliyul Amri, jika tidak (ada Waliyul Amri), maka akan terjadi kekacauan. Jika setiap individu atau kelompok (bergerak) sesuai caranya sendiri, maka akan terjadi perselisihan di antara mereka. Setiap orang akan menginginkan kemerdekaan/haknya jika mereka menang, dia akan mengatakan aku yang menang (paling berjasa dll). Akhirnya akan terjadi perselisihan dan peperangan di antara mereka sendiri.
Namun jika hal tersebut di bawah bendera Waliyul Amri, maka kedepannya tidak akan terjadi fitnah (insya Allah) ataupun perpecahan. Kita melihat mereka yang berjihad/berperang ketika sudah menang atas musuh, mereka saling berperang sendiri, setiap mereka mengatakan akulah yang memenangkan, akulah yang berjihad, maka akibatnya seperti yang kalian ketahui sendiri. Inilah akibat jika tidak ada Waliyul Amri yang mengatur/memimpin jihad.
(Sumber: https://youtu.be/terop7kP-Jo?si=VkBRI120AQrTP6E2)
✅ Syaikh Sulaiman Ar-Ruhaili hafizhahullahu ketika membantah orang-orang yang mengatakan bahwa Jihad Difa'i tidak disyaratkan syarat apapun sama sekali, maka beliau berkata: Adapun bendera Waliyul Amri, maka itu merupakan syarat dalam semua bentuk Jihad, baik Jihad Thalab maupun Jihad Daf'i. Dan menurut para fuqaha' tidak ada yang dikecualikan, melainkan dalam satu keadaan, yaitu ketika (tiba-tiba) musuh menyerang suatu wilayah negeri kaum muslimin dan mereka takut jika menunggu izin pemimpin kaum muslimin musuh akan segera menguasai mereka dan menghabisi mereka, maka para fuqaha' menyatakan (boleh) bagi mereka untuk membela diri mereka.
Bahkan aku akan sampaikan sesuatu yang menarik, Imam Ahmad rahimahullahu ketika disebutkan dan ditanyakan kepada beliau kondisi pengecualian tadi, apakah boleh bagi mereka untuk membela diri mereka (Jihad Difa'i) tanpa di bawah bendera Waliyul Amri, maka beliau menjawab: Aku berharap (boleh). Beliau tidak mengatakan (secara langsung) boleh atau yang semisalnya. Hal ini dikarenakan nash-nash syariat menunjukkan bahwa Jihad harus di bawah bendera Waliyul Amri. Namun ketika keadaan darurat seperti yang disebutkan di atas, maka Imam Ahmad mengatakan aku berharap hukumnya boleh, tidak langsung mengatakan boleh. Hal ini karena kedudukan nash-nash yang umum (yang mensyaratkan izin pemimpin) dalam masalah ini.
(Sumber: https://youtu.be/_zEK5jI3WHA?si=mKzeATtu7S_6e_Qs)
▶️ Dan ini yang sesuai dengan keumuman ucapan para ulama salaf dalam kitab-kitab aqidah:
1. Imam Al-Muzani (wafat tahun 264 H) rahimahullahu berkata: Berjihad bersama setiap Imam (pemimpin kaum muslimin) yang baik ataupun yang fajir.
(Syarhu As-Sunnah hal. 87 oleh Imam Al-Muzani rahimahullahu)
2. Imam Abu Zur'ah Ar-Razi (wafat tahun 264 H) dan Imam Abu Hatim Ar-Razi (wafat tahun 277 H) rahimahumallahu berkata: Dan kita menegakkan kewajiban jihad dan haji bersama para pemimpin kaum muslimin di setiap zaman. Dan bahwasanya jihad itu berlaku sejak Allah mengutus nabi-Nya hingga hari kiamat bersama Ulil Amri dari kaum muslimin.
(Ashlu As-Sunnah Wa I'tiqad Ad-Din dengan Syarahnya Al-Intishar hal. 281 oleh Syaikh Muhammad Musa Alu Nashr rahimahullahu)
3. Imam Ath-Thahawi (wafat tahun 321 H) rahimahullahu berkata:
Berhaji dan berjihad bersama Ulil Amri dari kaum muslimin yang baik maupun yang fajir hingga hari kiamat.
(Al-Aqidah Ath-Thahawiyah dengan Syarah Imam Ibnu Abi Al-Izzi hal. 555)
4. Imam Al-Barbahari (wafat tahun 329 H) rahimahullahu berkata: Berhaji dan berperang bersama pemimpin (kaum muslimin).
(Syarhu As-Sunnah hal. 70 oleh Imam Al-Barbahari rahimahullahu)
5. Imam Abu Bakar Al-Isma'ili (wafat tahun 371 H) rahimahullahu berkata: Dan para imam ahli hadits berpendapat bahwa jihad melawan orang-orang kafir bersama para pemimpin kaum muslimin meskipun mereka orang-orang zhalim.
(I'tiqad Aimmah Ahli Al-Hadits hal. 50 oleh Abu Bakar Al-Isma'ili rahimahullahu)
6. Imam Abu Utsman Ash-Shabuni (wafat tahun 449 H) rahimahullahu berkata: Dan para ulama salaf berpendapat bahwa jihad melawan orang-orang kafir bersama mereka (pemimpin kaum muslimin) meskipun mereka adalah orang-orang yang zhalim fajir.
(Aqidatu As-Salaf Ashhabi Al-Hadits hal. 106 oleh Imam Ash-Shabuni rahimahullahu)
Ustadz Abdurrahman Thayyib
Klik disini untuk sedekah dakwah, untuk membantu dakwah kami
Share Artikel Ini